Bosen sama hiburan Jakarta yang itu-itu aja? Pengen mencari hiburan kultural yang bikin kamu makin pinter? Berarti kamu harus banget lihat yang namanya Mapping History! Apaan sih Mapping History?
The Mapping History, yang berlangsung 8 Januari – 15 Februari 2013 di Galeri Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta, adalah pameran yang menampilkan foto-foto Indonesia pada masa kolonial, beberapa karya pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman, serta arsip film tentang kehidupan sehari-hari orang Indonesia di abad ke-21.
Nah, seluruh koleksi pemetaan sejarah yang dipamerkan tersebut bersumber dari dokumentasi KITLV – kependekan dari Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia. Lembaga yang berdiri 160 tahun lalu tersebut merupakan perpustakaan utama dunia untuk segala berkas mengenai bekas koloni Belanda, terutama Indonesia.
Kalau ditotal, KITLV menyimpan jutaan koleksi buku, majalah, surat kabar kontemporer, 150.000 foto sejarah, peta, cetakan gambar, wawancara, musik, rekaman film, dan ratusan naskah yang ditulis tangan.
Adapun yang ditampilkan dalam Pameran Mapping History kali ini dibagi lagi menjadi tiga kelompok. Yakni kombinasi foto bertemakan ‘Water yang mengabadikan situasi mandi dan bisnis binatu pada zaman penjajahan, serta gambaran tentang banjir yang merendam Batavia dan beberapa wilayah lain di Indonesia.
Kategori kedua bertemakan ‘Work’. Bagian ini mengabadikan foto-foto artistik karya fotografer Skotlandia, GP Lewis (1875-1926) yang dijepret di Pabrik Braat NV, Surabaya, pada awal abad ke-20. Lewis menghabiskan 20 tahun hidup di Indonesia, ia pun terkenal lewat karya-karya fotografi Perang Dunia I.
Kombinasi antara kategori ‘Work’ dan ‘Water’ ditampilkan lewat rangkaian foto pembangunan PLTA Tuntang pada tahun 1919.
Penasaran dengan wajah Jakarta di masa lampau, coba cek kategori ketiga pameran tersebut yang bertemakan ‘Batavia/Jakarta’. Bagian ini menampilkan serangkaian foto yang dibuat oleh perusahaan terkenal Woodbury & Page. Perusahaan tersebut beroperasi di Indonesia dari pengujung dekade 1850 sampai abad ke-20.
Sebagai pembanding, pada kategori ‘Batavia/Jakarta’ KITLV juga menampilkan foto-foto karya fotografer muda Indonesia Tino Djumini dan Yoppy Pieter. Keduanya mengunjungi kembali lokasi yang dipotret oleh Woodbury & Page lalu memotret ulang sesuai dengan persepsi dan interpretasi mereka di zaman ini.
Buat kamu yang tertarik dengan literatur lama, jangan lewatkan koleksi-koleksi langka dalam etalase kaca yang ditempatkan di tengah galeri. Beberapa diantaranya adalah terbitan pertama karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Krandji dan Bekasi Djatoeh (1947), buku karya F Junghuhn yang berjudul Gedenboek 1809-1909, buku karya GH von Faber berjudul Oud Soerabaia (1931), dan karya naturalis buta yang terkenal dengan dokumentasikan flora fauna di Ambon, GE Rumphius, dengan buku D’amboinsche Rariteitkamer.
Persis di pojokan Galeri Erasmus Huis, kamu juga bisa menikmati sofa empuk sambil menonton koleksi audiovisual yang merekam kehidupan sehari-hari orang Indonesia setelah lepas dari kolonialisasi. Penasaran kan! Makanya mendingan kamu dateng deh ke pamerannya, yuks.
0 comments:
Post a Comment